Gila

Desember 4, 2007

Maafkan aku kawan

Aku tak bisa seperti dulu lagi

Didekatmu dan menjadi sandaran duka

Maafkan aku kawan

Aku tak sedekat dulu lagi

Mengajakmu tertawa dan berbincang-bicang

Bukan tidak lagi sayang

Bukan pula tidak lagi memperhatikan

Ruang dan waktu tak pernah menghendakinya

Bolabola lampu yang dulu sering kita mainkan

Masih ada digenggamanku kasihku

Sudah berharihari aku duduk-duduk saja

Disini

Ditempat yang tidak bisa kau bayangkan

Ditempat yang tak pernah aku harapkan

Balutan putih

Seperti kafan suci

Memenuhi ruang hidupku

Aku hanya gila padamu

Kasihku


Mengembalikan posisi mahasiswa dan cita-cita

Desember 4, 2007

Ada berita menghebohkan di Jurusan Sastra Indonesia beberapa minggu ini. Salah satu oknum dosem diduga melakukan tindakan tak etis dengan melakukan intimidasi kepada salah satu mahasiswanya. Penyebabnya karena dia adalah pimpinan redaksi tobloid Ideas LPM Sastra UNEJ. Ideas memberitakan bahwa dosen tersebut (Asd red) dalam proses mengajarnya tidak sesuai dengan etika akademis, iaitu tidak adanya koherensi antara materi dan mata kuliah yang diajarkannya. Tidak hanya itu saja, dalam perkuliahannya juga ada sejumlah pungutan-pungutan yang sangat memberatkan mahasiswa. Yang lebih mengecewakan adalah proses penilaian mata kuliahnya (metode kualitatif,sansakerta,sastra daerah,dan jawa 1&2) hanya dinilai dengan pagelaran tari, nembang dan gamelan (Ideas edisi XVII 2007). Apakah ada kesesuaian antara mata kuliah dengan pagelaran tersebut?

Pendidikan akademik di tingkat pendidikan tinggi (sekolah tinggi, institut, dan universitas) adalah pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya. Pendidikan akademik mengutamakan peningkatan mutu dan perluasan wawasan ilmu pengetahuan. Kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dinilai secara berkala. Bentuk penilaian dapat berupa ujian, tugas, dan pengamatan oleh dosen. Ujian dapat diselenggarakan melalui ujian semester, ujian akhir program studi, ujian skripsi, ujian tesis, dan ujian disertasi. Untuk bidang-bidang tertentu penilaian hasil belajar program sarjana dapat dilaksanakan tanpa ujian skripsi. Penilaian hasil belajar denyatakan dengan huruf A, B, C, D, dan E yang secara berturut-turut bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0. Pelaksanaan ketentuan ujian diatur oleh senat dari masing-masing perguruan tinggi. Dalam sistim penilaian seharusnya ada transparansi yang jelas dalam tiap poin-poinnya, bukan seenaknya saja memberi nilai. Ditakutkan mahsiswa yang ternyata belum menguasai dispiln ilmu tersebut ternyata bisa lulus dengan mudah.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Peningkatan dan pemerataan pendidikan merupakan salah satu aspek pembangunan yang mendapat prioritas utama dari Pemerintah Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional yang sekarang berlaku diatur melalui Undang-Undang Pendidikan Nasional No.2 tahun 1989. Setiap peserta didik mempunyai berbagai hak, yaitu hak mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan; hak mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan; hak mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku; hak pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki; hak untuk memperoleh penilaian hasil belajar; hak menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan; dan hak mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.

Memahami sejarah

Perguruan tinggi merupakan salah satu lembaga pendidikan yang secara formal diserahi tugas dan tanggung jawab mempersiapkan mahasiswa sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu mengisi kebutuhan masyarakat akan tersedianya tenaga ahli dan tenaga terampil dengan tingkat dan jenis kemampuan yang sangat beragam. Karena itu mahasiswa sebagai peserta didik dan generasi muda yang mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan nasional, senantiasa perlu dibimbing dan dikembangkan.

Bermula dari bidang kesehatan, pada tahun 1902 didirikan STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen) yang kemudian menjadi NIAS (Nerderlandsch Indische Artsen School) tahun 1913 dan GHS (Geneeskundige Hoge School) sebagai embrio fakultas kedokteran. Kemudian disusul dengan berdirinya Rechts School tahun 1922 dan menjadi Rechthoogen School tahun 1924 sebagai embrio Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Di Jakarta tahun 1940 didirikan Faculteit de Letterenen Wijsbegeste yang kemudian menjadi Fakultas Sastra dan Filsafat Universitas Indonesia.

Di Bandung tahun 1920 didirikan Technische Hoge School (THS) yang pada tahun itu juga dijadikan perguruan tinggi negeri. Sementara di Bogor juga didirikan Landsbouwkundige Faculteit pada tahun 1941 yang sekarang disebut Institut Pertanian Bogor (IPB).

Dua hari setelah proklamasi, tanggal 19 Agustus 1945, pemerintah Indonesia mendirikan Balai Perguruan Tinggi RI yang kemudian mendorong berdirinya Universitas Indonesia yang pada dasarnya merupakan gabungan dari fakultas-fakultas yang telah ada sebelumnya.

Sejarah panjang tersebut setidaknya memberi pemahaman kepada kita bahwa proses panjang dan nilai luhur akademis itu harus dijaga dan dikembangkan.

 

Sebagai mahasiswa

Menurut Arbi Sanit1, ada lima sebab yang menjadikan mahasiswa peka dengan permasalahan kemasyarakatan sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat. Kedua, sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat, dengan kata lain adalah kelompok elit di kalangan kaum muda. Kelima, seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat, memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya ke jenjang karier. Disamping itu ada dua bentuk sumber daya yang dimiliki mahasiswa dan dijadikan energi pendorong gerakan mereka. Pertama, ialah Ilmu pengetahuan yang diperoleh baik melalui mimbar akademis atau melalui kelompok-kelompok diskusi dan kajian. Kedua, sikap idealisme yang lazim menjadi ciri khas mahasiswa. Kedua potensi sumber daya tersebut ‘digodok’ tidak hanya melalui kegiatan akademis didalam kampus, tetapi juga lewat organisasi-organisasi ekstra universitas yang banyak terdapat di hampir semua perguruan tinggi.

Atmosfir yang tidak mendukung tercapainya cita-cita mahasiswa sudah saatnya untuk ditumbangkan dan diganti dengan system yang lebih demokratis dan kritis. Karena bila tidak, kita hanya akan menjadi mahasiswa “kerbau” yang selalu tunduk. Wallohua’lam[]

Catatan.

1Arbi sanit dalam Karim, M Rusli, HMI MPO dalam Kemelut Modernisasi Politik di Indonesia, 1997, hlm 95. Lihat juga Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan Gerakan Mahasiswa Antara Aksi Moral dan Politik, 1999.