HANS

 

Hans sudah sore cepat mandi, nanti asarnya keburu abis!”. “Iya Bu, tanggung lagi seru main bolanya” sahutku cepat.

Tiba-tiba telingaku terasa panas dan seperti ditarik kencang.

Kenapa sih Bu pakek narik telinga segala, Hanskan sudah besar”. Tubuhku meronta-ronta minta dilepaskan. “Kamu itu tidak lihat apa Ibu sampai harus berteriak-teriak, apa Hans tidak lihat Ibu sedang menyapu, disuruh cepat mandi saja susah amat”. “Tapi tidak harus kayak gini Bu, kan malu dilihat teman-teman” Sahutku sewot. “Kenapa harus malu, kamu tidak segera sholat tidak malu sama Allah!” tangan ibu mulai terlepas dan aku bergegas masuk kamar mandi. “Bu!”. “Kenapa! minta dimandiin? katanya sudah besar” sahut ibu dengan nada masih marah. Aku berfikir sebentar, “Gak apa-apa Bu” sahutku pelan.

Ibu adalah satu-satunya orang yang tersisa untukku, aku tidak tahu ayah dimana. Satu tahun yang lalu ibu bercerita kalau ayah telah diambil oleh Allah, kenapa harus diambil tanyaku saat itu dan ibu hanya menerangkan bahwa semua yang ada adalah milik Allah, oleh sebab itu harus kembali kepadanya pula. Tapi ayah adalah milik kita, kenapa Allah merebutnya, dimana Dia sekarang aku ingin menemuinya dan meminta ayah dikembalikan. Saat itu ibu hanya mengusap kepalaku dan berkata kalau aku masih terlalu kecil unutk memahaminya.

Ibu adalah perempuan tegar yang tak pernah takut menghadapi apapun, hanya akulah yang beliau takutkan, masa depanku, cita-citaku, dan kerinduan terhadap ayahku. Langit itu tempat yang maha luas, akan tetapi dia hanya menjadi bungkus bumi yang kecil.

 

Tinggalkan komentar